Tinjauan Tentang Learning By Doing
1. Konsep Dasar Model Pembelajaran Learning by Doing
Sebelum membahas lebih dalam mengenai Learning by Doing ada beberapa
pendapat tentang pengertian belajar, diantaranya, Hilgard dan Bower
dalam bukunya Theories of Learning yang dikutip oleh Purwanto (2002: 84)
dalam Psikologi Pendidikan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan
tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh
pengalaman berulang ulang dalam situasi tersebut, dimana perubahan
tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon
pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang.
Lebih lanjut Piaget berpendapat seperti yang disadur Dimyati dan
Mudjiono (2002: 13-14) bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab
individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan yang selalu
mengalami perubahan, sehingga fungsi intelek semakin berkembang.
Pengetahuan dibangun atas dasar tiga bentuk, yaitu pengetahuan fisik,
pengetahuan logika-matematik, dan pengetahuan sosial. Sedangkan
prosesnya didasarkan tiga fase, yaitu fase eksplorasi, pengenalan
konsep, dan aplikasi konsep. Fase eksplorasi mengarahkan siswa
mempelajari gejala dengan bimbingan, fase pengenalan konsep adalah
mengenalkan siswa akan konsep yang berhubungan dengan gejala, sedangkan
fase aplikasi konsep, siswa menggunakan konsep untuk meneliti gejala
lain lebih lanjut.
Dalam pendidikan seorang siswa tidak dapat lepas dari peran serta
seorang guru, karena seorang guru adalah orang yang akan membimbing dan
mengarahkan serta mengevaluasi hasil belajar siswa, karena pendidikan
itu sendiri adalah sebuah bimbingan dan pengarahan sebagai mana yang
dikatakan oleh John Dewey (1964: 10) dalam bukunya democracy and
education, “The word education means just process of leading or bringing up”. (Arti kata pendidikan adalah proses bimbingan dan pengarahan).
Model pembelajaran Learning by Doing dipelopori oleh John Dewey, Konsep
belajar melalui melakukan, menjadi asas seluruh pengajaran John Dewey
dan pertama kali diterapkan berupa ‘sekolah kerja’ yang diuji cobakan di
AS pada tahun 1859, yaitu suatu pandangan pendidikan pragmatis
berdasarkan dua alasan penting, pertama, merupakan suatu takdir Tuhan
bahwa anak adalah mahkluk aktif (alasan psikologis); kedua, melalui
bekerja anak disiapkan untuk kehidupan pada masa depan (Mappiare, 2006:
194).
Belajar aktif atau Learning by Doing merupakan teori Dewey by Doing
(1859-1952). Dewey merupakan pendiri Dewey School yang menerapkan
prinsip-prinsip “Learning by Doing”, yaitu bahwa siswa perlu terlibat
dalam proses belajar secara spontan. Dari rasa keingintahuan siswa akan
hal-hal yang belum diketahuinya mendorong keterlibatannya secara aktif
dalam suatu proses belajar. Belajar aktif mengandung berbagai kiat yang
berguna untuk menumbukan kemampuan belajar aktif pada diri siswa dan
menggali potensi siswa dan guru untuk sama-sama berkembang dan berbagi
pengetahuan, keterampilan, serta pengalaman peran serta siswa peserta
didik dan guru dalam konteks belajar aktif menjadi sangat penting.
Guru berperan aktif sebagai fasilitator yang membantu memudahkan siswa
belajar, sebagai narasumber yang mampu mengundang pemikiran dan daya
kreasi siswa, sebagai pengelola yang mampu mengundang pemikiran dan daya
kreasi siswa, sebagai pengelola yang mampu merancang dan melaksanakan
kegiatan belajar bermakna dan dapat mengelola sumber belajar yang
diperlukan. Siswa juga terlibat dalam proses belajar bersama guru karena
siswa dibimbing, diajar dan dilatih menjelajah, mencari, mempertanyakan
sesuatu menyelidiki jawaban atas suatu pertanyaan, mengelola dan
menyampaikan hasil perolehannya secara komunikatif.
Selain itu, siswa dibina untuk memiliki keterampilan agar dapat
menerapkan dan memanfaatkan pengetahuan yang pernah diterimanya pada
hal-hal atau masalah yang baru dihadapi. Dengan demikian siswa mampu
belajar mandiri, belajar aktif pada dasarnya berusaha untuk memperkuat
dan memperlancar stimulus yang diberikan guru dan respons anak didik
dalam pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi suatu hal yang
menyenangkan tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka. (Yuberti,
2012: 32)
2. Pengertian Learning by Doing
Pembelajaran dengan berbuat (Learning by Doing) dikembangkan oleh John
Dewey (Siti Nilla, 2005:30) yang menyatakan bahwa “men have to do
something to the this when they wish the find out something, they have
to other conditions”. Pandangan ini diperkuat oleh Oemar Hamalik (1990:
175) bahwa belajar yang efektif jika kegiatan belajar itu diarahkan pada
upaya bagi individu untuk dapat bekerja, melakukan tugas-tugas
pekerjaan dalam bidang pekerjaan tertentu.
Pembelajaran dengan berbuat (Learning by Doing) direncanakan dengan
mengatur waktu dan tempat secara khusus untuk tiap kompetensi.
Pembelajaran ditekankan pada drill, riview, demontrasi dan pembelajaran
yang sistematis untuk memberikan pengalaman belajar kepada siswa sesuai
dengan situasi dan kondisi di dunia kerja.
3. Fungsi dan tujuan Learning by Doing
Pendekatan pembelajaran dengan berbuat dalam aktifitas kegiatan
pembelajaran seyogyanya melibatkan minat, tujuan, perilaku dan belajar
mengalami pada situasi yang sesungguhnya. Pendekatan pembelajaran ini
lebih mengembangkan hasil yang nyata dan kecakapan, karena memiliki
fungsi sebagai berikut:
1. Memperkenalkan beberapa realita dalan pengajaran.
- Mengembangkan materi pembelajaran dari realitas sekitar, tidak hanya dari apa yang ada di buku.
- Mengundang praktisi ke dalam kelas untuk menambah wawasan siswa dalam rangka melengkapi penjelasan guru baik secara teori maupun praktek.
2. Melaksanakan serangkaian pengajaran langsung dengan melibatkan siswa untuk memecahkan masalah dengan bimbingan guru.
- Memperhatikan kebebasan akademik guna mengembangkan prinsip berdasarkan sikap saling menghormati dan memperhatikan satu sama lain (antara guru dan siswa, dan antara siswa dan siswa lainnya)
- Memberikan kesempatan pada siswa untuk aktif berpartisipasi dalam merencanakan kegiatan, melakukan proses dan pengambilan keputusan.
Aktifitas pembelajaran bekerja langsung merupakan pendekatan interaktif
edukatif yang sangat efektif, karena peserta didik melakukan demontrasi
den eksperimen dengan mencoba mengerjakan sesuatu serta mengamati proses
dan hasil uji coba.
Demontrasi den eksperimen dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:
- Untuk mengetahui sesuatu secara lebih pasti dan teliti.
- Melakukan pengamatan dan pengumpulan data.
- Melaksanakan percobaan sesuai dengan prinsip Learning by Doing, bahwa teori yang sudah dipelajari harus ditindaklanjuti dengan perbuatan.
- Menganalisa produk untuk memperoleh hasil yang optimal.
4. Prinsip-prinsip dan karakteristik pendekatan Learning by Doing
Prinsip-prinsip yang harus dipertimbangkan dalam pembelajaran bekerja langsung yaitu:
- Melibatkan siswa secara langsung dalam kegiatan belajar mengajar, karena pendekatan ini menekankan pada pengalaman siswa secara langsung yang berkenaan dengan kompetensi yang harus dikuasai.
- Menyediakan pendekatan multi sensori bagi siswa ketika berlangsung pembelajaran, seperti mendengar, merasa, mencium, dan mencipta objek=objek yang dipelajari.
- Memberikan kompetensi bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan menggunakan material dan melakukan eksperimen.
- Membina suasana sosial yang transaksional antara siswa dan guru.
5. Bentuk-bentuk Learning by Doing
Keterlibatan siswa tidak hanya sebatas fisik semata, tetapi lebih dari
itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan
kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan,
penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan
nilai, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan
keterampilan. Pada aspek lain guru juga menkondisikan anak didik dengan
menggunakan bentuk-bentuk pengajaran dalam konteks Learning by Doing,
diantaranya:
a. Menumbuhkan motivasi belajar siswa
Motivasi berkaitan erat dengan emosi, minat, dan kebutuhan siswa. Upaya
menumbuhkan motivasi intrinsik yang dilakukan guru adalah mendorong rasa
ingin tahu, keinginan mencoba, dan sikap mandiri anak didik.
Sedangkan bentuk motivasi ekstrinsik adalah dengan memberikan rangsangan
berupa pemberian nilai tinggi atau hadiah bagi siswa berprestasi dan
sebaliknya.
b. Mengajak siswa beraktivitas
Adalah proses interaksi edukaktif melibatkan intelek emosional siswa
untuk meningkatkan aktivitas dan motivasi akan meningkat. Bentuk
pelaksanaanya adalah mengajak anak didik melakukan aktivitas atau
bekerja di laboratorium, di lapangan sebagai bagian dari eksplorasi
pengalaman, atau mengalami pengalaman yang sam sekali baru.
c. Mengajar dengan memperhatikan perbedaan individual
Proses kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan memahami kondisi
masing-masing anak didik. Tidak tepat jika guru menyamakan semua anak
didik karena setiap siswa mempunyai bakat berlainan dan mempunyai
kecepatan belajar yang bervariasi. Seorang siswa yang hasil belajarnya
jelek dikatakan bodoh. Kemudian menyimpulkan semua siswa yang hasil
belajarnya jelek dikatakan bodoh. Kondisi demikian tidak dapat dijadikan
ukuran, karena terdapat beberapa faktor penyebab anak memiliki hasil
belajar buruk, antara lain; faktor kesehatan, kesempatan belajar di
rumah tidak ada, sarana belajar kurang, dan sebagainya.
d. Mengajar dengan umpan balik
Bentuknya antara lain umpan balik kemampuan perilaku siswa (perubahan
tingkah laku yang dapat dilihat anak didik lainnya, pendidik atau anak
didik itu sendiri), umpan balik tentang daya serap sebagai pelajaran
untuk diterapkan secara aktif. Pola perilaku yang kuat diperoleh melalui
partisipasi dalam memainkan peran (role play).
e. Mengajar dengan pengalihan
Pengajaran yang mengalihkan (transfer) hasil belajar kedalam
situasi-situasi nyata. Guru memilih metode simulasi (mengajak anak didik
untuk melihat proses kegiatan seperti cara berwudlu dan sholat) dan
metode proyek (memberikan kesempatan anak untuk menggunakan alam sekitar
dan atau kegiatan sehari-hari untuk bertukar pikiran baik sesama kawan
maupun guru) untuk pengalihan pengajaran yang bukan hanya bersifat
ceramah atau diskusi, tetapi mengedepankan situasi nyata.
f. Penyusunan pemahaman yang logis dan psikologis
Pengajaran dilakukan dengan memilih metode yang proporsional. Dalam
kondisi tertentu guru tidak dapat meninggalkan metode ceramah maupun
metode pemberian tugas kepada siswa. Hal ini dilakukan sesuai dengan
kondisi materi pelajaran (Djamarah: 223-225).
6. Metode Dan Model Pembelajaran Yang Mengarah Pada Learning By Doing
Terkait dengan pola pembelajaran, pengalaman menjadi faktor yang tak
terpisahkan. Pendidikan bagi siswa harus diintegrasikan dengan
lingkungan kehidupan siswa yang banyak menghadapkan dengan pengalaman
langsung.
Lingkungan kehidupan siswa dalam kelompok, banyak memberikan pengalaman
bagaimana cara melakukan sesuatu yang terdiri dari serangkaian tingkah
laku.
Ada beberapa metode dan model pembelajaran yang menekankan pada pengalaman siswa secara langsung, diantaranya adalah:
- Metode proyek yang didasarkan pada gagasan John Dewey tentang “Learning by Doing”, metode ini sangat mungkin diterapkan, karena metode proyek merupakan salah satu cara pemberian pengalaman belajar dengan menghadapkan anak dengan persoalan sehari-hari untuk dipecahkan secara kelompok (Moeslichatoen, 1999: 137) Dalam pelaksanaanya, metode proyek memposisikan guru sebagai fasilitator yang harus menyediakan alat dan bahan untuk melaksanakan “proyek” yang berorientasi pada kebutuhan dan minat siswa dan menantang siswa untuk mencurahkan segala kemampuan, keterampilan serta kreativitasnya. Selain itu guru harus menciptakan situasi yang mengandung makna penting untuk mengembangkan potensi anak, perluasan minat serta pengembangan kreativitas dan tanggung jawab, baik secara perseorangan maupun kelompok.
- Metode eksperimen juga termasuk metode yang menggunakan pendekatan Learning by Doing, karena metode eksperimen merupakan cara pengajaran dimana guru dan murid bersama-sama melakukan suatu latihan atau percobaan untuk mengetahui pengaruh atau akibat dari suatu aksi.
- Metode karya wisata adalah suatu cara penguasaan bahan pelajaran oleh para siswa dengan jalan membawa mereka langsung ke objek yang terdapat diluar kelas atau dilingkungan kehidupan nyata, agar mereka dapat mengamati atau mengamati secara langsung.
Ada juga model pendekatan belajar dengan belajar sambil bermain, karena
melalui bermain siswa diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan
memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan siswa, sehingga pembelajaran
menjadi bermakna bagi siswa. Ketika bermain siswa membangun penngertian
yang berkaitan dengan pengalamannya. Melalui bermain siswa juga akan
merasa gembira dalam mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya
(Mursid, 2010: 50)
Pendekatan lainnya adalah pendekatan dengan sentra pembelajaran, yaitu
konsep belajar dimana guru-guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas
dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan tujuan
agar siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan, sedikit demi
sedikit, dan dari proses mencoba sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan
masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat sekarang dan
kelak.
Pendekatan ini digunakan karena siswa akan belajar lebih baik jika
lingkungan diciptakan secara alamiah dan belajar akan lebih bermakna
jika anak mengalami apa yang dipelajari bukan sekedar mengetahui dan
pembelajaran akan lebih bermakna dan mengena. Dalam pendekatan sentra
proses pembelajaran diharapkan berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan
siswa bekerja mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Dalam konteks
itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam
status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa apa
yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti.
Dengan begitu mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan
suatu bekal untuk hidupnya nanti, dalam hal ini diperlukan guru sebagai
pengarah dan pembimbing atau inspirator. Landasan filosofi pendekatan
ini adalah konstruktivisme, yakni filosofi belajar yang menekankan bahwa
belajar tidak sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan
pengetahuan dibenak mereka sendiri. Bahwa pengetahuan tidak dapat
dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta yang terpisah namun mencerminkan
keterampilan yang dapat diterapkan. Selain metode-metode diatas masih
ada yang tidak kalah penting adalah situasi yang menyenangkan juga harus
diusahakan oleh guru agar tiap siswa dalam melaksanakan pekerjaan yang
menjadi bagiannya akan menanggapi secara positif. Perasaan yang
menyenangkan dalam menyikapi suatu kegiatan akan melahirkan kinerja yang
tinggi, dan begitu sebaliknya.
Sumber Internet dan Uji Aplikasi UPK P2KKP
KOTAKU - Kota Tanpa Kumuh
KOTAKU - Kota Tanpa Kumuh
3 komentar:
http://tropisliving.blogspot.co.id/2016/03/nasi-belut-muncul-banyu-biru.html
gambar tahapan learning by doing di atas sumbernya dari mana dan penjelasannya bagaimana ? mohon informasinya . terimakasih ditunggu jawabannya...
indikator dari learning by doing ini apa..?
Posting Komentar