Selasa, 12 April 2016

Pengertian Dan Tinjauan Tentang Learning By Doing


Tinjauan Tentang Learning By Doing

1. Konsep Dasar Model Pembelajaran Learning by Doing
Sebelum membahas lebih dalam mengenai Learning by Doing ada beberapa pendapat tentang pengertian belajar, diantaranya, Hilgard dan Bower dalam bukunya Theories of Learning yang dikutip oleh Purwanto (2002: 84) dalam Psikologi Pendidikan bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman berulang ulang dalam situasi tersebut, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang.
Lebih lanjut Piaget berpendapat seperti yang disadur Dimyati dan Mudjiono (2002: 13-14) bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan yang selalu mengalami perubahan, sehingga fungsi intelek semakin berkembang. Pengetahuan dibangun atas dasar tiga bentuk, yaitu pengetahuan fisik, pengetahuan logika-matematik, dan pengetahuan sosial. Sedangkan prosesnya didasarkan tiga fase, yaitu fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Fase eksplorasi mengarahkan siswa mempelajari gejala dengan bimbingan, fase pengenalan konsep adalah mengenalkan siswa akan konsep yang berhubungan dengan gejala, sedangkan fase aplikasi konsep, siswa menggunakan konsep untuk meneliti gejala lain lebih lanjut.
Dalam pendidikan seorang siswa tidak dapat lepas dari peran serta seorang guru, karena seorang guru adalah orang yang akan membimbing dan mengarahkan serta mengevaluasi hasil belajar siswa, karena pendidikan itu sendiri adalah sebuah bimbingan dan pengarahan sebagai mana yang dikatakan oleh John Dewey (1964: 10) dalam bukunya democracy and education, “The word education means just process of leading or bringing up”. (Arti kata pendidikan adalah proses bimbingan dan pengarahan).
Model pembelajaran Learning by Doing dipelopori oleh John Dewey, Konsep belajar melalui melakukan, menjadi asas seluruh pengajaran John Dewey dan pertama kali diterapkan berupa ‘sekolah kerja’ yang diuji cobakan di AS pada tahun 1859, yaitu suatu pandangan pendidikan pragmatis berdasarkan dua alasan penting, pertama, merupakan suatu takdir Tuhan bahwa anak adalah mahkluk aktif (alasan psikologis); kedua, melalui bekerja anak disiapkan untuk kehidupan pada masa depan (Mappiare, 2006: 194).
Belajar aktif atau Learning by Doing merupakan teori Dewey by Doing (1859-1952). Dewey merupakan pendiri Dewey School yang menerapkan prinsip-prinsip “Learning by Doing”, yaitu bahwa siswa perlu terlibat dalam proses belajar secara spontan. Dari rasa keingintahuan siswa akan hal-hal yang belum diketahuinya mendorong keterlibatannya secara aktif dalam suatu proses belajar. Belajar aktif mengandung berbagai kiat yang berguna untuk menumbukan kemampuan belajar aktif pada diri siswa dan menggali potensi siswa dan guru untuk sama-sama berkembang dan berbagi pengetahuan, keterampilan, serta pengalaman peran serta siswa peserta didik dan guru dalam konteks belajar aktif menjadi sangat penting.
Guru berperan aktif sebagai fasilitator yang membantu memudahkan siswa belajar, sebagai narasumber yang mampu mengundang pemikiran dan daya kreasi siswa, sebagai pengelola yang mampu mengundang pemikiran dan daya kreasi siswa, sebagai pengelola yang mampu merancang dan melaksanakan kegiatan belajar bermakna dan dapat mengelola sumber belajar yang diperlukan. Siswa juga terlibat dalam proses belajar bersama guru karena siswa dibimbing, diajar dan dilatih menjelajah, mencari, mempertanyakan sesuatu menyelidiki jawaban atas suatu pertanyaan, mengelola dan menyampaikan hasil perolehannya secara komunikatif.
Selain itu, siswa dibina untuk memiliki keterampilan agar dapat menerapkan dan memanfaatkan pengetahuan yang pernah diterimanya pada hal-hal atau masalah yang baru dihadapi. Dengan demikian siswa mampu belajar mandiri, belajar aktif pada dasarnya berusaha untuk memperkuat dan memperlancar stimulus yang diberikan guru dan respons anak didik dalam pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi suatu hal yang menyenangkan tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka. (Yuberti, 2012: 32)

2. Pengertian Learning by Doing
Pembelajaran dengan berbuat (Learning by Doing) dikembangkan oleh John Dewey (Siti Nilla, 2005:30) yang menyatakan bahwa “men have to do something to the this when they wish the find out something, they have to other conditions”. Pandangan ini diperkuat oleh Oemar Hamalik (1990: 175) bahwa belajar yang efektif jika kegiatan belajar itu diarahkan pada upaya bagi individu untuk dapat bekerja, melakukan tugas-tugas pekerjaan dalam bidang pekerjaan tertentu. 
Pembelajaran dengan berbuat (Learning by Doing) direncanakan dengan mengatur waktu dan tempat secara khusus untuk tiap kompetensi. Pembelajaran ditekankan pada drill, riview, demontrasi dan pembelajaran yang sistematis untuk memberikan pengalaman belajar kepada siswa sesuai dengan situasi dan kondisi di dunia kerja.

3. Fungsi dan tujuan Learning by Doing
Pendekatan pembelajaran dengan berbuat dalam aktifitas kegiatan pembelajaran seyogyanya melibatkan minat, tujuan, perilaku dan belajar mengalami pada situasi yang sesungguhnya. Pendekatan pembelajaran ini lebih mengembangkan hasil yang nyata dan kecakapan, karena memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Memperkenalkan beberapa realita dalan pengajaran.
  • Mengembangkan materi pembelajaran dari realitas sekitar, tidak hanya dari apa yang ada di buku.
  • Mengundang praktisi ke dalam kelas untuk menambah wawasan siswa dalam rangka melengkapi penjelasan guru baik secara teori maupun praktek.
2. Melaksanakan serangkaian pengajaran langsung dengan melibatkan siswa untuk memecahkan masalah dengan bimbingan guru.
  • Memperhatikan kebebasan akademik guna mengembangkan prinsip berdasarkan sikap saling menghormati dan memperhatikan satu sama lain (antara guru dan siswa, dan antara siswa dan siswa lainnya)
  • Memberikan kesempatan pada siswa untuk aktif berpartisipasi dalam merencanakan kegiatan, melakukan proses dan pengambilan keputusan.
Aktifitas pembelajaran bekerja langsung merupakan pendekatan interaktif edukatif yang sangat efektif, karena peserta didik melakukan demontrasi den eksperimen dengan mencoba mengerjakan sesuatu serta mengamati proses dan hasil uji coba. 
Demontrasi den eksperimen dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:
  • Untuk mengetahui sesuatu secara lebih pasti dan teliti.
  • Melakukan pengamatan dan pengumpulan data.
  • Melaksanakan percobaan sesuai dengan prinsip Learning by Doing, bahwa teori yang sudah dipelajari harus ditindaklanjuti dengan perbuatan.
  • Menganalisa produk untuk memperoleh hasil yang optimal.
4. Prinsip-prinsip dan karakteristik pendekatan Learning by Doing 
Prinsip-prinsip yang harus dipertimbangkan dalam pembelajaran bekerja langsung yaitu:
  • Melibatkan siswa secara langsung dalam kegiatan belajar mengajar, karena pendekatan ini menekankan pada pengalaman siswa secara langsung yang berkenaan dengan kompetensi yang harus dikuasai.
  • Menyediakan pendekatan multi sensori bagi siswa ketika berlangsung pembelajaran, seperti mendengar, merasa, mencium, dan mencipta objek=objek yang dipelajari.
  • Memberikan kompetensi bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan menggunakan material dan melakukan eksperimen.
  • Membina suasana sosial yang transaksional antara siswa dan guru.

5. Bentuk-bentuk Learning by Doing
Interaksi edukatif selayaknya dibangun guru berdasarkan penerapan aktivitas siswa, yaitu belajar sambil melakukan (Learning by Doing). Melakukan aktivitas atau bekerja adalah bentuk pernyataan dari siswa bahwa pada hakekatnya belajar adalah perubahan yang terjadi setelah melakukan aktivitas atau bekerja. Pada kelas-kelas di sekolah, aktivitas ini dapat dilakukan sambil bermain sehingga siswa akan aktif, senang, gembira, kreatif serta tidak mengikat (Djamarah, 1995: 224).
Keterlibatan siswa tidak hanya sebatas fisik semata, tetapi lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan. Pada aspek lain guru juga menkondisikan anak didik dengan menggunakan bentuk-bentuk pengajaran dalam konteks Learning by Doing, diantaranya:
a. Menumbuhkan motivasi belajar siswa
Motivasi berkaitan erat dengan emosi, minat, dan kebutuhan siswa. Upaya menumbuhkan motivasi intrinsik yang dilakukan guru adalah mendorong rasa ingin tahu, keinginan mencoba, dan sikap mandiri anak didik.
Sedangkan bentuk motivasi ekstrinsik adalah dengan memberikan rangsangan berupa pemberian nilai tinggi atau hadiah bagi siswa berprestasi dan sebaliknya.
b. Mengajak siswa beraktivitas
Adalah proses interaksi edukaktif melibatkan intelek emosional siswa untuk meningkatkan aktivitas dan motivasi akan meningkat. Bentuk pelaksanaanya adalah mengajak anak didik melakukan aktivitas atau bekerja di laboratorium, di lapangan sebagai bagian dari eksplorasi pengalaman, atau mengalami pengalaman yang sam sekali baru.
c. Mengajar dengan memperhatikan perbedaan individual
Proses kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan memahami kondisi masing-masing anak didik. Tidak tepat jika guru menyamakan semua anak didik karena setiap siswa mempunyai bakat berlainan dan mempunyai kecepatan belajar yang bervariasi. Seorang siswa yang hasil belajarnya jelek dikatakan bodoh. Kemudian menyimpulkan semua siswa yang hasil belajarnya jelek dikatakan bodoh. Kondisi demikian tidak dapat dijadikan ukuran, karena terdapat beberapa faktor penyebab anak memiliki hasil belajar buruk, antara lain; faktor kesehatan, kesempatan belajar di rumah tidak ada, sarana belajar kurang, dan sebagainya.
d. Mengajar dengan umpan balik 
Bentuknya antara lain umpan balik kemampuan perilaku siswa (perubahan tingkah laku yang dapat dilihat anak didik lainnya, pendidik atau anak didik itu sendiri), umpan balik tentang daya serap sebagai pelajaran untuk diterapkan secara aktif. Pola perilaku yang kuat diperoleh melalui partisipasi dalam memainkan peran (role play).
e. Mengajar dengan pengalihan
Pengajaran yang mengalihkan (transfer) hasil belajar kedalam situasi-situasi nyata. Guru memilih metode simulasi (mengajak anak didik untuk melihat proses kegiatan seperti cara berwudlu dan sholat) dan metode proyek (memberikan kesempatan anak untuk menggunakan alam sekitar dan atau kegiatan sehari-hari untuk bertukar pikiran baik sesama kawan maupun guru) untuk pengalihan pengajaran yang bukan hanya bersifat ceramah atau diskusi, tetapi mengedepankan situasi nyata.
f. Penyusunan pemahaman yang logis dan psikologis
Pengajaran dilakukan dengan memilih metode yang proporsional. Dalam kondisi tertentu guru tidak dapat meninggalkan metode ceramah maupun metode pemberian tugas kepada siswa. Hal ini dilakukan sesuai dengan kondisi materi pelajaran (Djamarah: 223-225).

6. Metode Dan Model Pembelajaran Yang Mengarah Pada Learning By Doing
Terkait dengan pola pembelajaran, pengalaman menjadi faktor yang tak terpisahkan. Pendidikan bagi siswa harus diintegrasikan dengan lingkungan kehidupan siswa yang banyak menghadapkan dengan pengalaman langsung. 
Lingkungan kehidupan siswa dalam kelompok, banyak memberikan pengalaman bagaimana cara melakukan sesuatu yang terdiri dari serangkaian tingkah laku.
Ada beberapa metode dan model pembelajaran yang menekankan pada pengalaman siswa secara langsung, diantaranya adalah:
  • Metode proyek yang didasarkan pada gagasan John Dewey tentang “Learning by Doing”, metode ini sangat mungkin diterapkan, karena metode proyek merupakan salah satu cara pemberian pengalaman belajar dengan menghadapkan anak dengan persoalan sehari-hari untuk dipecahkan secara kelompok (Moeslichatoen, 1999: 137) Dalam pelaksanaanya, metode proyek memposisikan guru sebagai fasilitator yang harus menyediakan alat dan bahan untuk melaksanakan “proyek” yang berorientasi pada kebutuhan dan minat siswa dan menantang siswa untuk mencurahkan segala kemampuan, keterampilan serta kreativitasnya. Selain itu guru harus menciptakan situasi yang mengandung makna penting untuk mengembangkan potensi anak, perluasan minat serta pengembangan kreativitas dan tanggung jawab, baik secara perseorangan maupun kelompok.
  • Metode eksperimen juga termasuk metode yang menggunakan pendekatan Learning by Doing, karena metode eksperimen merupakan cara pengajaran dimana guru dan murid bersama-sama melakukan suatu latihan atau percobaan untuk mengetahui pengaruh atau akibat dari suatu aksi.
  • Metode karya wisata adalah suatu cara penguasaan bahan pelajaran oleh para siswa dengan jalan membawa mereka langsung ke objek yang terdapat diluar kelas atau dilingkungan kehidupan nyata, agar mereka dapat mengamati atau mengamati secara langsung.
Ada juga model pendekatan belajar dengan belajar sambil bermain, karena melalui bermain siswa diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan siswa, sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. Ketika bermain siswa membangun penngertian yang berkaitan dengan pengalamannya. Melalui bermain siswa juga akan merasa gembira dalam mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya (Mursid, 2010: 50)
Pendekatan lainnya adalah pendekatan dengan sentra pembelajaran, yaitu konsep belajar dimana guru-guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan tujuan agar siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan, sedikit demi sedikit, dan dari proses mencoba sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat sekarang dan kelak.
Pendekatan ini digunakan karena siswa akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah dan belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajari bukan sekedar mengetahui dan pembelajaran akan lebih bermakna dan mengena. Dalam pendekatan sentra proses pembelajaran diharapkan berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Dalam konteks itu, siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa apa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti.

Dengan begitu mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti, dalam hal ini diperlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing atau inspirator. Landasan filosofi pendekatan ini adalah konstruktivisme, yakni filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Bahwa pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta yang terpisah namun mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. Selain metode-metode diatas masih ada yang tidak kalah penting adalah situasi yang menyenangkan juga harus diusahakan oleh guru agar tiap siswa dalam melaksanakan pekerjaan yang menjadi bagiannya akan menanggapi secara positif. Perasaan yang menyenangkan dalam menyikapi suatu kegiatan akan melahirkan kinerja yang tinggi, dan begitu sebaliknya.


Sumber Internet dan Uji Aplikasi UPK P2KKP
KOTAKU - Kota Tanpa Kumuh

3 komentar:

tata mengatakan...

http://tropisliving.blogspot.co.id/2016/03/nasi-belut-muncul-banyu-biru.html

Rista mengatakan...

gambar tahapan learning by doing di atas sumbernya dari mana dan penjelasannya bagaimana ? mohon informasinya . terimakasih ditunggu jawabannya...

Unknown mengatakan...

indikator dari learning by doing ini apa..?

IRID Indeks Resiko Iklim Desa

  Link